Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan kaum wanita yang menyerupai laki-laki
Adapun pada masa sekarang ini, telah terjadi peristiwa yang tidak pernah terjadi pada jaman Jahiliyah sekalipun. Yaitu, munculnya gejala tabarruj (pamer kecantikan) kaum wanita yang sangat memprihatinkan. Bahkan di banyak negara Islam, kaum wanita di pasarpasar dan jalanan umum menampakkan kepala, leher, tangan, lengan, betis, dan bahkan paha mereka. Sebaliknya, kaum lelaki menjulurkan pakaiannya sampai menutup mata kaki. Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda:
Apa yang di bawah mata kaki dari pakaian (tempatnya) di neraka. (HR al-Bukhâri, 5787).
Dalam hadits lain, Abu Dzarr Radhiallahu'anhu meriwayatkan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
“Ada tiga golongan yang Allah tidak mengajak bicara mereka pada hari Kiamat, Dia tidak melihat mereka dan tidak mensucikan mereka serta bagi mereka adzab yang pedih”. Abu Dzarr berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengucapkannya sebanyak tiga kali,” kemudian Abu Dzarr berkata, “Sungguh, mereka telah mengalami kegagalan dan kerugian! Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Seorang (lelaki) yang menjulurkan pakaiannya melebihi mata kaki, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya, dan orang yang ingin melariskan barangnya dengan sumpah palsu”. (HR Muslim, 106).
Kaum laki-laki dilarang menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki, namun, ternyata mereka menjulurkan pakaiannya melebihi mata kakinya. Sedangkan di sisi lain, para wanita, mereka diperintahkan untuk menutup aurat secara keseluruhan (berhijab); akan tetapi, ternyata mereka justru memamerkan aurat dan keindahan fisiknya. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda:
Tiga golongan yang tidak akan masuk surga: “Seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dayyuts (seorang lelaki yang tidak gusar atas kemungkaran yang ada pada keluarganya), dan wanita yang menyerupai lelaki”.
Diriwayatkan oleh al-Hâkim (1/72), sekaligus menshahîhkannya, dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Wallahul Musta’an.
Diadaptasi dari kitab Ras Rasâil il il, Syaikh ‘Abdul-Mu Muhsin sin al-’Abbâd, hlm. 425, dengan terjemahan bebas.
Sumber :bukhari.or.id